Puluhan sound system alias audio super big lalu lalang melewati tenda itu, yang melihat dan mendengar sepertinya pakai tutup telinga super tebal, dari sekian soundsystem berjalan semua menyuarakan aneka ragam nyanyian yang bila didengar serius suaranya semakin tidak jelas bersahutan kecuali di arena “karpet merah” terdengar beda antara mana lagu sewu kutho dengan lagu malaysia yang terkenal itu gerimis mengundang. Sayang seratus sayang sang pemilik pentas tidak mendengar bahwa antrian dari sekian ratusan roda empat menunggu antri agar mendapatkan senyuman dan ajungan jempol sejenis Like di facebook. Baca Juga Refleksi 2018 Malming Menyapa Milenial
Cuaca panas begini tidak ada hujan jalan tidak perlu ojek, dari banyaknya antrian mendapatkan Like ada kendaraan-kendaraan yang mengajak anak-anak kecil kalo di lihat dari tinggi badan dan penampilan kecenya menandakan ini anak-anak sekolah dasar bahkan mungkin madrasah ibtidaiyah sampai tingkat lebih tinggi diatasnya tentu kakek nenek semua ikut dan sabar menanti sampai detik tertinggi puncak panas di jalan nasional yang cukup bagus aspalnya konon tidak ada pemotongan harga dalam menentukan kualitas aspal, ya sudahlah hanya tuhan lebih tahu. Sepeda supraX 125D itu mengajak menepi untuk memecah satu buah degan, sepertinya buah minuman ini diciptakan Tuhan untuk cuaca sepanas ini, cuaca yang anak-anak tadi terlihat mengusap keningnya karena derasnya keringat, teringat iwan fals yang bilang anak sekecil itu berlari dengan waktu untuk mendapatkan Like sejak dini. Degan ini masih segar kata penjual, ini degan baru panen, ya saya paham dan ucapkan Like pada penjual itu agar dia tidak perlu mengantri di barisan kendaraan bising dengan riasan yang memikat mata yang sudah lelah karena terik mentari siang.
Disebrang sana terlihat pasukan pencari Like melihat saya menyeruput degan dengan sedotan warna kuning, sepertinya dari sorot matanya dia meminta untuk sesegera mungkin mengakhiri iring-iringan ini. Waktu menunjukkan pukul 14.50 cuaca masih tetap panas penjual degan ini ada saudaranya yang tidur di bawah kendaraan untuk berlindung dari sengatan mentari siang yang mampu membuat kasur basah langsung kering bila di jemur dengan cuaca ini.
Baca Menyembah WhatsApp Memuja Facebook
Baca Menyembah WhatsApp Memuja Facebook
Saya sambil menulis di J5 sesekali melihat ke seberang sana ada Lautan luas yang tidaaak terbatas luasnya yang mengajarkan arti keluasan dan kedalaman menghargai kemanuisaan, ya kemanusiaan kunci utama sebagai lawan dari ambisi keuntungan ekonomi yang menggurita dan masuk entah kemana hasil dari jerih payah proyek ambisius konomi. Melihat dan mendengar dengan secara langsung dan tanpa melihat atau mendengar langsung akan terlihat bahwa pembangunan kemanuisaan tidak bisa berdiri sendiri, harus merata sebangun dengan eksploitasi alam. Kekuasaan dimana-mana “menindas” oleh pemegang kuasa, maka obyek dari kuasa harus bersegera Insaf dan Sadar agar mengerti pentingnya menjadi subyek kuasa yang memanusiakan kemanusian.
Penjual degan ini temyata banyak tamunya, sebelumnya sepi sekarang jadi ramai karena cuaca mengajak para pencari Like untuk bersegara meminumnya. Tiba-tiba sound system itu memutar lagu yang syairnya .... jangan-jangan kau simpan cintamu dibalik awan yang hitam...meskipun sekian lama telah terpendam rasa cinta, aku takkan merubah birunya cinta kita.....kupuisikan namamu Nur Laili Fauziyah di dalam duka didalam suka, berdua kita bahagia...hehe..TamaT
StatusFacebookOn#19-11-2016
Baca Juga Jurnalisme Warga Masa Depan Berita
StatusFacebookOn#19-11-2016
Baca Juga Jurnalisme Warga Masa Depan Berita
MEDSOS
BERUJAR KEBENCIAN
Sampai detik ini ada saja yang menggunakan
medsos untuk mencaci, dan dianggap sebagai etika kewajaran hingga menjadikan
akal warasnya hilang.
Sehebat apapun akal anda, seberlimpah apapun
harta tidak ada harganya ketika ujaran-ujaran kebencian menjadi style kehidupan
sehari-hari.
Sungguh senang apabila medsos bercerita
bahkan menggambarkan tentang kebaikan-kebaikan. Mengembangkan potensi para
pemilik akun untuk selalu menjaga nalar positifnya, medsos memang tidak
bertuan.
Ulama, Kyai dan Tokoh masyarakat di caci dan
di hina sesuka hatinya, inilah rendahnya pendidikan ber-medsos seolah-olah
kebenaran hanya miliki pribadi.
Ayo segerakan gunakan medsos (fb, ig,
twitter, dll) untuk kebaikan seperti yang sahabat M Yasin Arief dengan Sabda Perubahan-nya telah lakukan kebaikan-kebaikan medsos.
Menunggu kopi dampit, yang tak kunjung
datang...hehe...#bahagialah
NGOPI
KERAJAAN BUMI
sejak pagi hingga sore anak itu mojok di
pinggir warung, sesekali ia mesam-mesem gaya kupu-kupu terbang rendah di pohoh
jati. Anak itu sibuk memainkan COC dia lupa bahwa disampingya ada harimau mau
menerkam dan memakan sekujur tubuhnya, tapi dia terus membuat benteng
pertahanan demi mengamankan penduduk yang dilindunginya. Seketika munculah
seorang boss besar bernama Bang Mukhlis manusia setengah raja pengabdi
kemanusiaan datang dengan sepeda mogenya yang konon pemberian darikayangan
alias titipan para dewa di langit ketujuh yang sedang mencari tempat teduh
untuk membahagiakan jiwanya yang sedang terus berbahagia. Hari terus beranjak
sore hujan tidak mau reda karena konon langit menangis atas vonis di kerajaan
bumi yang mengajarkan arti kebahagiaan bertutur kata dan bersilat lidah tidak
keseleo agar selamat dari kutukan malam kamis...ah hujan ternyata...pakai
mantel dulu kangen penyejuk jiwa...TamaT