
Organisasi ini unik ditengah kehidupan
kampus-kampus berbiaya negara atau bahkan hidup tumbuh kembang di kampus-kampus
berbiaya luar negeri (baca:swasta) dari ujung jalan anyer Jakarta sampai ujung
jalan penarukan di banyuwangi melewati lima provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahkan kini
sudah berdiri cabang-cabang organisasi hampir diseluruh kabupaten atau kota di bumi
nusantara (Indonesia).
Kejahatan terorganisir akan bisa dikalahkan
oleh kebaikan yang terorganisir..hehe...jargon seperti ini selalu terngiang
ketika melihat realitas pola hidup kekinian. Masyarakat yang semakin terbuka,
pemerintahan (baca:birokrasi) yang terus dipaksa untuk menjadi pelayan dan
meskipun realitas berbicara lain karena masih saja ada birokrat yang bukan
melayani tapi masih minta dilayani bak seorang raja yang memiliki ribuan hektar
tanah kekuasaan karena rakyat adalah para pembayar pajak alias ngontrak, paradigma (cara pandang
melihat kemanusiaan) yang masih borjuis inilah menjadikan birokrat masih
bermental baja hitam (menolong ketika sudah ada korban)...hehe.. Belajar Kepada Pembelajar
Kapan kesejahteraan yang diimpikan oleh anak
bangsa bisa diraih ? pertanyaan ini semakin hari semakin hilang karena anak
bangsa (baca:mahasiswa) kini sudah tidak memperdulikan lagi atas realitas
kehidupan sekitarnya bahkan menjadi anak bangsa yang menomor satukan
kepentingan individu diatas kepentingan yang lebih besar. Sekedar insyaf dan
sadar saja tidak cukup atas keprihatinan pembangunan yang menambah jarak
ketimpangan kaya dan miskin yang tidak bisa di-zero-kan dalam waktu singkat. Kini (baca:mahasiswa) kalah pamor
dengan komunitas keagamaan tertentu yang selalu melakukan aksi (demo) untuk
menyuarakan ketidakadilan versi agama, dalam hal ini anak bangsa (mahasiswa)
tidak bisa hanya berpangku tangan dengan mencaci dan memaki melalui media-media
sosial atas tindakan yang dilakukan komunitas agama tertentu yang selalu
menjajikan surga dan neraka disetiap perjuangan aksi mereka. Ditengah hegemoni
kaum agamawan yang berubah menjadi parlemen jalanan, anak bangsa (mahasiswa)
kini tidak lagi melihat realitas parlemen jalanan sebagai medan perjuangan
untuk menyuarakan ketidak adilan...hehe...mungkin kini lebih asyik bermedia
sosial dan menyuarakan kegalauan atas derita hidup individu yang diembannya
sejak menjadi mahasiswa.
Aksi menyuarakan ketidakadilan tidaklah perlu
dengan banyaknya massa (orang), aksi nyata dalam mengisi kehidupan di dunia
kampus bisa dilakukan dengan sekedar diskusi ringan atas pembacaan realitas
sosial masyarakat, satu atau tiga orang melakukan aksi (turun jalan)
menyuarakan ketidakadilan akan lebih efektif daripada sekedar nongkrong-nongkrong
di warung kopi, caffe bahkan di rumah-rumah ibadah untuk berdiskusi basa-basi
seakan-akan menjadi malaikat pembawa keadilan...hehe...seperti ajakan makar
ya...well pada dasarnya semakin banyak berdialog dan berdiskusi itu sudah lebih
dari sekedar menggugurkan kewajiban sebagai anak bangsa (mahasiswa), tentu
dialog yang menyuarakan ketidakadilan. Valentine, Pilkada dan Perubahan Iklim Media Sosial
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau
kiai saya menyebutnya Pergerakan Mahasantri Islam Indonesia (PMII) maklum dulu
kuliah sambil mencari berkah di tempat suci (baca:pondok pesantren). PMII kini
dan besok akan mengalami persesuaian dengan perkembangan zaman dan realitas
masyarakat majemuk yang peran dan tantangannya terus akan dihadapi oleh setiap
kader baik ketika berproses maupun ketika kelak menjadi alumni. Kini zaman
berubah apabila kader hanya mempersiapkan dirinya menjadi sebuah entitas
terbatas bahkan menjadi komunitas yang mengandalkan uluran tangan pendahulunya
(alumni) maka sejak itulah matinya
kreatifitas. Sudah tidak relevan lagi ber-PMII hanya mengandalkan jejaring
Eksklusif dengan sikap memisahkan diri dari masyarakat dan pergaulan
internasional.
Kini media sosial dan realitas masyarakat
dihadapkan dengan pudarnya toleransi antar umat beragama, antara agama dan
sesama anak bangsa. Rasa memiliki bangsa (Cinta Tanah Air) semakin tidak ada
gaungnya disuarakan lantang dari anak bangsa (mahasiswa). Peran terkecil atas
ber-PMII adalah menjaga dan merawat ke-Indonesiaan dengan selalu mengedapankan
sikap Toleransi dan Moderat dalam melakukan interaksi bermasyarakat, PMII
tetaplah PMII tidak mungkin menjadi organisasi sekedar perkumpulan biasa yang berisi
kader-kader yang tidak mampu melakukan gerakan-gearakan realistis dalam menjaga
(toleransi, moderat) karena itulah kita tidak boleh diam berjamaah (silent
majority) sebagai warga PERGERAKAN.
Tulisan ini sebagai refleksi di HARLAH PMII
ke-57 Tahun 2017, setelah melihat sebaran foto penulis (seperti gambar diatas)
sekitar enam tahun lampau di tembok facebook sebagai warga yang terus bergerak
tidak akan berhenti menyuarakan Ke-Indonesiaan bukan Ke-Araban, Ke-Chinaan atau
bahkan Ke-Alienan (bangsa langit)...hehe..tetaplah kita melakukan gerak positif
sebagai kader dan alumni dimanapun kita berpijak sebagai warga PERGERAKAN.
Selamat HARLAH, ILOVEU PM11 berkah untuk INDONESIA
dimasa depan.