
Pelayan datang membawa pesanan si lelaki kurus itu, korek diambil dari saku
lelaki itu, sebungkus rokok kretek 234 ditaruh diatas meja dia hirup berbarengan
dengan uap kopi yang masih panas. Sesekali si remaja putri itu terus menyeka
air matanya yang terus meleleh seperti lelahan gunung Everest yang terkena
dampak perubahan iklim karena tangan-tangan manusia yang membuang sampah
sembarangan dan menebang pohon sesuka hati. Tanpa tisue si remaja putri itu
terus menatap si lelaki kurus itu dengan tatapan sayu penuh harap, si lelaki
kurus itu terus menghisap kreteknya dan mereka berdua tanpa mengeluarkan sepatah
katapun. Suasana warung kopi pinggir jalan ini terasa sepi dan malam semakin larut,
disudut warung masih terlihat penggemar COC terus memainkan strateginya sambil
sesekali melihat adegan sinetron yang dipertontonkan oleh muda-mudi yang sedang
menangis tersedu-sedu dan si lelaki kurus itu terus menghisap rokok hingga rokok
baru berganti karena batas aman rokok sudah habis. Malam itu penulis yang
berada di meja ke satu baris pertama sesekali melihat ada kegundahan yang
mendalam yang dirasakan si remaja putri itu, dia terus meneteskan air matanya
meskipun mereka berdua diam membisu tanpa galak canda apalagi puisi-puisi indah.
Lilin Harapan Tentang puisi teringat Sayap-sayap Patah
karya Kahlil Gibran :
Wahai Langit
Tanyakan pada-Nya
Mengapa dia menciptakan sekeping hati ini
Begitu rapuh dan mudah terluka..
Begitu kuat dan kokoh
Saat berselimut cinta dan asa...
Mengapa dia menciptakan rasa sayang dan rindu
Didalam hati ini..
Mengisi kekosongan di dalamnya
Menyisakan kegelisahan akan sosok sang
kekasih
Menimbulkan segudang tanya
Menghimpun berjuta asa
Memberikan semangat..
Juga meninggalkan kepedihan yang tak terkira
Mengapa dia menciptakan kegelisahan dalam
relung jiwa
Menghimpit bayangan
Menyesakkan dada
Tak berdaya melawan gejolak yang menerpa ...
Wahai ilalang ...
Pernah kan kau merasakan rasa yang begitu
menyiksa ini
Mengapa kau hanya diam
Katakan padaku
Sebuah kata yang bisa meredam gejolak hati
ini..
Sesuatu yang dibutuhkan raga ini ..
Sebagai pengobat tuk rasa sakit yang tak
terkendai
Desiran angin membuat berisik dirimu
Seolah ada sesuatu yang kau ucapkan padaku
Aku tak tahu apa maksudmu
Hanya menduga....
Puisi sayap-sayap patah ini sebenarnya
panjang sekali, penulis coba mengambil sebagian dari apa yang dicatatkan oleh
Kahlil Gibran atas luka yang sedang dialami. Malam itu beberapa pengunjung
(baca:warkop) satu-satu beranjak meninggalkan tempat duduknya dan memutuskan
koneksi internetnya. Si kurus “jangkung” dan si remaja putri itu terus berdiam
diri membisu, apa yang terjadi dengan mereka atas kegalauan dan kegelisahan
yang dirasakan hanya Tuhan dan mereka berdua yang TAHU. Sampai waktu
menunjukkan pukul 23.00 Waktu Indonesia Barat, Si kurus “jangkung” ternyata terus berlindung dibalik rasa pahit KOPI dan ASAP KRETEK.
Selamat Malam dan NGOPI-lah.