
Perjalanan bersama ini tidak lebih dari
sekedar perjalanan spiritual individu, karena setiap individu memiliki
pengalaman dan perjalanan spiritual masing-masing yang tidak mungkin sama satu
dengan lainnya, apalagi dipaksakan untuk menjadi “seragam” dalam melakukan laku
spiritual. Saking “menikmati” dalam laku jalan spiritual ini sampai lupa menikmati
pahitnya
kopi. Beberapa warung kopi (baca:warkop) dan hasil sample survei random
ternyata semua warkop di tepian tempat pemberhentian, kopi yang disajikan lebih
banyak kopi sachet produk olahan industri tangan-tangan mesin yang diracik
tidak dengan rasa cinta dan tentu alat ini berbau olie atau bahkan minumnya
bahan bakar minyak (baca;BBM) yang menghilangkan rasa dan selera dari murni
pahitnya kopi, sepertinya momen ini harus menahan diri dari godaan kopi
sachet...ampuni hamba-hamba-MU yang menjauh dari Kopi untuk hari ini. Tidak
terasa BUS memasuki areal pemberhentian di tempat lainnya, tema singkat dari
perjalanan bersama ini adalah SILATURAHIM DAN NYEKAR WALIYULLOH. Pilihan tema
ini tidak berlebihan dan tidak jauh-jauh dari tujuan utama sebuah hubungan
persahabatan. Beberapa waktu lampau masih terasa sekali bahawa akhir-akhir ini
dunia nyata dan dunia maya telah mengkikis habis secara sadar hilangnya arti
sebuah makna SILATURAHIM, bertegur sapa dan bercurhat ria lebih banyak dengan
memanfaatkan dunia maya dan jauh sekali dari substansi silaturahim. Dimensi
sosial karakter masyarakat semakin dimanjakan dengan kemudahan akses data
teknologi, dan sulit sekali untuk melakukan gerak sambang jalin silaturahim. Dinamika
yang terjadi dimasyarakat adalah buah dari prilaku menghamba terhadap
teknologi, kini hampir hilang begitu saja silaturahim antar satu individu
dengan individu yang lain dikarenakan sudah cukup menggunakan kemudahan akses
video call, disinilah sisi kebaikan teknologi tapi pada sisi lain membawa
dampak buruk hilangnya interaksi secara langsung antar individu karena cukup
diwakili dengan kemudahan teknologi. Konon sikap MAKAR (baca:radikal)
tumbuh kembang di media sosial diakibatkan penggunaan manfaat teknologi untuk
menghasut dan menyebarkan kebencian. Yuk jauhi makar dan Keep Silaturahim. Valentine, Pilkada dan Perubahan Iklim Prilaku Medsos
NYEKAR menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari kebudayaan luhur bangsa Indonesia, dalam setiap momentum menjelang datangnya
ramadhan, ummat muslim dibelahan daerah di Nusantara mentradisikan ini sebagai
upaya menjaga “silaturahim bathin” antara keluarga yang masih hidup dengan
keluarga yang sudah meninggalkan dunia terlebih dahulu (baca:wafat). Nyekar tidak
sekedar berkunjung untuk mengenang kebaikan-kebaikan yang telah dijalani dari
seorang hamba tapi mengambil pelajaran berharga atas makna perjuangan yang
telah dilakukan dari orang-orang terkasih yang telah pergi mendahului, itulah
menjadi bagian terpenting dari refleksi seorang hamba yang masih segar dan
sehat menjalani proses kehidupan. Beberapa ummat manusia ada yang “alergi”
dengan tradisi ini (nyekar) karena dalam dirinya masih melihat makna lahir
(baca:belum substansi) sebatas pertemuan akal nalar dengan tanpa dibarengi
keyakinan (iman) yang sebenarnya disertai dengan pembacaan-pembacaan tekstualis
terhadap firman Tuhan dan seruan utusan-Nya.
Selamat ber-Nisfu Sya’ban, tukarkan segera RAPORT MERAH setahun
lampau diganti dengan RAPORT BARU berisi nilai KEBAIKAN-KEBAJIKAN kepada sesama
tanpa harus "menyakiti".
NGOPI-lah.
NGOPI-lah.