Sesekali abang pedagang asongan di sudut
tribun stadion itu melirik ke arah lapangan pertandingan sambil menawarkan
dagangannya, dan dia berteriak keras sekencang-kencangnya menandakan bahwa
gawang lawan dijebol berulang-ulang tanpa ampun. Sambil kegirangan menyaksikan
tim kebanggaannya mendapatkan poin penuh, abang pedagang asongan ini semakin
bersemangat menjajakan dagangannya, dan mulutnya sambil komat-kamit melafalkan
mantra bacaan-bacaan syair syahdu jejaka atas terkabul do’anya. Sayup-sayup
terdengar mantra yang dibaca lebih membawa pada nilai transedental (ketuhanan)
dan lepas jauh dari nama-nama binatang hidup..hehe. Si abang asongan ini terus
melangkah berjubel menerobos baris-baris pembeli hingga tidak terlihat lagi
karena semua berdiri meluapkan kegembiraan.
Baca Juga Game Haram MIlenial Berdalil
Papan skor berubah dari angka nol terus
merangkak naik berpacu dengan degup kencang adrenalin para pemain keduabelas
pemain tanpa nomor punggung “mengepung” lapangan, pemain tanpa berebut bola
tapi mampu memompa ritme permainan para “gladiator” dan penentu nuansa
kebatinan atmosfer stadion. Siapakah dia pemain kedua belas itu ? dialah
SUPORTER. Dibalik pagar pembatas jarak pemain dengan suporter terlihat petugas
keamanan yang sesekali juga melirik ke arah lapangan sambil terus memantau
dengan sigap kearah tribun untuk memastikan bahwa kemanan dan tertibnya
suporter merupakan bagian dari ciamiknya pertandingan. Meski sesekali dia
tersenyum lebar ketika Gool masuk ke gawang menandakan bahwa dia sebenarnya
“manusia” memilih berpihak kepada keamanan mengesampingkan tim kesayangan..hoho
luar biasa.
Tetiba teriakan demi teriakan Gool muncul
dari sisi tribun Very Important Person (baca: VIP) tempat ini “khusus” bagi
orang-orang important...hehe. Entahlah kenapa ada pembeda “kasta” dalam setiap
ajang sportifitas, bukankah sportifitas itu mengajarkan dunia tanpa
diskriminasi. Terlalu berlebihan memang bila kita “mengusik” arti sebuah
kenyamanan, karena sejatinya kenyamanan diciptakan tanpa membedakan penghasilan
bulanan apalagi jabatan.
Suporter menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia (KBBI) orang yang memberikan dukungan, sokongan, dan sebagainya
(dalam pertandingan dan sebagainya). Suporter tentu jauh berbeda dengan
Penonton yang menurut KBBI adalah orang yang menonton pertunjukan orang yang
hanya melihat (tidak campur, bekerja, dan sebagainya). Abang pedagang asongan,
mas dan mbak petugas keamanan, anak gawang apakah bisa disebut sebagai suporter
? tentu lebih dari sekedar suporter biasa, manusia-manusia pilihan yang mampu
menahan diri dari gegap gempita kemenangan pertandingan.
Baca Juga El Clasico Prabowo Vs Jokowi
Skandal demi skandal sepakbola nasional
kita sepertinya telah menjadi penyakit “kronis akut” mulai dari terungkapnya
motif mafia bola hingga yang miris sepakbola dilihat sebagai pertandingan yang
mampu dimenangkan ditentukan sejak awal pemenangnya diatas meja sebelum
pertandingan digelar. Disinilah penonton menjadi penentu pertandingan bukan
lagi suporter sebagai sang penentu.
Suporter sepakbola kita terus belajar
tidak lagi sekedar penonton yang suka berteriak lantang dan mencaci membabi
buta atas kekalahan. Suporter “sejati” akan menunjukkan kualitas dikelasnya,
mengesampingkan “ego” diri apalagi beraksi individual dan tentu menunjukkan
performa terbaik dalam pertandingan karena suporter adalah pemain keduabelas
yang secara kolektif terlibat aktif menentukan sportifitas arah pertandingan.
Arema dan Persabaya dua kutub sepakbola yang selalu mewarnai pentas
perbincangan bola nasional, kini bertemu reuni dilaga final Piala Presiden.
Maka kita akan melihat apakah kedua klub benar-benar dimenangkan oleh suporter
atau selama ini hanya memiliki kelas penonton?. Bagaimana dengan Aremania dan
Bonek ? janganlah mau bila sekedar menjadi penonton jadilah sebagai duta
perdamaian Jawa Timur untuk barometer suporter dipentas Nasional. Karena kalian
memang BEDA LUAR BIASA !
Baca Juga Kampanye Mencelakakan