
Fitnah, caci maki, saling menghujat, surga,
neraka, sembako, dan tamasya menjadi sebuah tren baru dari pola komunikasi
media sosial. Hampir setiap hari bahkan detik-kedetik di berbagai group WhatsApp,
Facebook bertebaran kabar yang perlu klarifikasi atas sebuah kebenaran berita.
Seorang pembaca yang baik pasti akan berfikir ulang untuk menyebarkan sebuah
berita yang belum jelas kebenarannya.
baca : Demokrasi Jawa Timur : Koalisi Semangka Atau Cukup Degan Ijo
baca : Demokrasi Jawa Timur : Koalisi Semangka Atau Cukup Degan Ijo
Pilkada putaran ke dua DKI Jakarta beberapa
jam yang lalu sudah selesai, dan para pemilih kembali ke rumahnya masing-masing
untuk menunggu hasil real count hitungan resmi oleh penyelenggara pemilu (baca:KPU)
yang membutuhkan beberapa hari untuk memastikan tidak adanya suara yang tidak
terhitung atau bahkan suara pemilih tercatat dan terdokumentasikan dengan baik
sesuai dengan perundang-undangan. Setelah kembali dari hiruk pikuk pilkada dan
ketenangan demokrasi yang ditunjukkan meski terlalu bising, bahkan saking bisingnya sebuah demokrasi Jakarta sampai
menyebar ke daerah-daerah lain termasuk Jawa Timur. Limpahan kebisingan bisa
dirasakan dari tongkrongan-tongkrongan para tukang becak di warung kopi sampai
tongkrongan masyarakat menengah di cafe-cafe tentang keseruan analisa dan
komentator ulung dari buah kebisingan pilkada DKI Jakarta. Beberapa sahabat
bahkan pernah menanyakan apakah penulis punya pilihan calon dalam pilkada
Jakarta? Penulis hanya tersenyum simpul malu bak seorang perjaka tingting karena
pertanyaan ini cocok untuk warga yang berdomisili alias ber-KTP DKI
Jakarta..hehe
Baca Juga : Setahun Jelang Pilkada Jawa Timur : Melirik Jakarta Atau Menemukan Ideal
Baca Juga : Setahun Jelang Pilkada Jawa Timur : Melirik Jakarta Atau Menemukan Ideal
Jawa Timur sebagai daerah penyangga utama
Indonesia Timur menjadi daerah penting untuk menjaga iklim kondusifitas dari
kebisingan demokrasi Ibu Kota Indonesia. Cara pandang dan melihat warga Jawa
Timur terhadap pilkada DKI Jakarta tidak sebatas pesta demokrasi biasa, karena
dalam beberapa momentum ada pengerahan massa dari beberapa daerah ini untuk
terlibat aktif dalam proses kebisingan demokrasi di Ibu Kota Indonesia.
Religius dan Nasionalis tidak bisa dipisahkan dari masyarakat kebanyakan warga
Jawa Timur, meski penulis melihat ini dari kota kecil Kepanjen ibu kota
Kabupaten Malang..hehe..Ujian Menjaga Toleransi
Tulisan ini hanya sebagai upaya menjaga nalar
sehata penulis atas pembacaan realitas yang ada dari kejenuhan sebuah pesta
demokrasi yang bising bahkan mampu membuat bising seluruh Indonenesia dengan
berbagai pernik dan intrik. Demokrasi adalah alat (tools) untuk menuju sebuah
impian kesejahteraan bersama dalam sebuah entitas masyarakat bernegara, apabila
jalan demokrasi ini telah dilalui dan proses berjalan sesuai dengan koridor
noma-etik menjadikan demokrasi tidak sekedar demokrasi biasa tapi Demokrasi
Positif meskipun ada sekelompok komunitas tertentu yang menolak demokrasi
dengan dalih tidak sesuai ajaran-ajaran samawi...disini penulis melihat ada
kekeliruan dan kegagalan terstruktur dan terorganisir dalam pembacaan dari
makna substansi DEMOKRASI.
Setelah pilkada ini, kini semua orang percaya
terhadap Demokrasi apabila menguntungkan dipihaknya tapi apa mungkin beberapa
elemen “komunitas itu” tetap percaya
terhadap demokrasi itu sendiri atau bahkan menggunakan demokrasi untuk mencapai
niat-niat terselubung (hidden agenda) dari tujuan utama mereka..hehe..semoga
tidak terjadi.
Mengenal 2 Paku Bumi Indonesia
Mengenal 2 Paku Bumi Indonesia
Demokrasi yang sering ditolak disuarakan dengan
lantang dan bahkan menganggap demokrasi sebagai sebuah produk-produk zionis..tuduhan
berlebihan...kini bisa dinikmati oleh para pemekik kebisingan. Indonesia adalah
negara demokrasi, siapapun yang terpilih dalam pilkada Jakarta harus secara
sadar dan insyaf bahwa PANCASILA, BHINEKA TUNGGAL IKA, Negara Keatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan UUD 1945 sudah final dan INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA TAPI SEBAGAI
NEGARA BERAGAMA. Maka pemenang peperangan sebenarnya dari perhelatan pemilihan
kepala daerah adalah individu rakyat yang MENGAKUI ADANYA KEBERAGAMAN.
Baca : Keberagaman Untuk Kekuatan Positif
Baca : Keberagaman Untuk Kekuatan Positif
YUK KITA PELIHARA SIKAP TOLERANSI ANTAR SESAMA
ANAK BANGSA !!!