e6GvGCdbTzFsmYvH0IfUvnO72MWscluP9AUkD1SU

MELIHAT DEMOKRASI DARI JAWA TIMUR : SETELAH PEPERANGAN JAKARTA SIAPA PEMENANG SEBENARNYA ?

Hasil Quick Count Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta putaran kedua menunjukan dan dipastikan sudah ada pemenang dari pesta demokrasi yang tidak murah dengan menghabiskan energi kuota internet sangat besar, karena konon dari masing-masing pasangan calon menggerakan Buzzer (peternak media sosial) dengan budget milyaran rupiah..perlu klarifikasi data hehe..Pekerjaan Mulia itu Belajar Kepada Pembelajar
Fitnah, caci maki, saling menghujat, surga, neraka, sembako, dan tamasya menjadi sebuah tren baru dari pola komunikasi media sosial. Hampir setiap hari bahkan detik-kedetik di berbagai group WhatsApp, Facebook bertebaran kabar yang perlu klarifikasi atas sebuah kebenaran berita. Seorang pembaca yang baik pasti akan berfikir ulang untuk menyebarkan sebuah berita yang belum jelas kebenarannya. 
baca :  Demokrasi Jawa Timur : Koalisi Semangka Atau Cukup Degan Ijo
Pilkada putaran ke dua DKI Jakarta beberapa jam yang lalu sudah selesai, dan para pemilih kembali ke rumahnya masing-masing untuk menunggu hasil real count hitungan resmi oleh penyelenggara pemilu (baca:KPU) yang membutuhkan beberapa hari untuk memastikan tidak adanya suara yang tidak terhitung atau bahkan suara pemilih tercatat dan terdokumentasikan dengan baik sesuai dengan perundang-undangan. Setelah kembali dari hiruk pikuk pilkada dan ketenangan demokrasi yang ditunjukkan meski terlalu bising, bahkan saking bisingnya sebuah demokrasi Jakarta sampai menyebar ke daerah-daerah lain termasuk Jawa Timur. Limpahan kebisingan bisa dirasakan dari tongkrongan-tongkrongan para tukang becak di warung kopi sampai tongkrongan masyarakat menengah di cafe-cafe tentang keseruan analisa dan komentator ulung dari buah kebisingan pilkada DKI Jakarta. Beberapa sahabat bahkan pernah menanyakan apakah penulis punya pilihan calon dalam pilkada Jakarta? Penulis hanya tersenyum simpul malu bak seorang perjaka tingting karena pertanyaan ini cocok untuk warga yang berdomisili alias ber-KTP DKI Jakarta..hehe
Baca Juga : Setahun Jelang Pilkada Jawa Timur : Melirik Jakarta Atau Menemukan Ideal
Jawa Timur sebagai daerah penyangga utama Indonesia Timur menjadi daerah penting untuk menjaga iklim kondusifitas dari kebisingan demokrasi Ibu Kota Indonesia. Cara pandang dan melihat warga Jawa Timur terhadap pilkada DKI Jakarta tidak sebatas pesta demokrasi biasa, karena dalam beberapa momentum ada pengerahan massa dari beberapa daerah ini untuk terlibat aktif dalam proses kebisingan demokrasi di Ibu Kota Indonesia. Religius dan Nasionalis tidak bisa dipisahkan dari masyarakat kebanyakan warga Jawa Timur, meski penulis melihat ini dari kota kecil Kepanjen ibu kota Kabupaten Malang..hehe..Ujian Menjaga Toleransi
Tulisan ini hanya sebagai upaya menjaga nalar sehata penulis atas pembacaan realitas yang ada dari kejenuhan sebuah pesta demokrasi yang bising bahkan mampu membuat bising seluruh Indonenesia dengan berbagai pernik dan intrik. Demokrasi adalah alat (tools) untuk menuju sebuah impian kesejahteraan bersama dalam sebuah entitas masyarakat bernegara, apabila jalan demokrasi ini telah dilalui dan proses berjalan sesuai dengan koridor noma-etik menjadikan demokrasi tidak sekedar demokrasi biasa tapi Demokrasi Positif meskipun ada sekelompok komunitas tertentu yang menolak demokrasi dengan dalih tidak sesuai ajaran-ajaran samawi...disini penulis melihat ada kekeliruan dan kegagalan terstruktur dan terorganisir dalam pembacaan dari makna substansi DEMOKRASI.   
Setelah pilkada ini, kini semua orang percaya terhadap Demokrasi apabila menguntungkan dipihaknya tapi apa mungkin beberapa elemen “komunitas itu” tetap percaya terhadap demokrasi itu sendiri atau bahkan menggunakan demokrasi untuk mencapai niat-niat terselubung (hidden agenda) dari tujuan utama mereka..hehe..semoga tidak terjadi.
Mengenal 2 Paku Bumi Indonesia
Demokrasi yang sering ditolak disuarakan dengan lantang dan bahkan menganggap demokrasi sebagai sebuah produk-produk zionis..tuduhan berlebihan...kini bisa dinikmati oleh para pemekik kebisingan. Indonesia adalah negara demokrasi, siapapun yang terpilih dalam pilkada Jakarta harus secara sadar dan insyaf bahwa PANCASILA, BHINEKA TUNGGAL IKA, Negara Keatuan Republik Indonesia (NKRI) dan UUD 1945 sudah final dan INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA TAPI SEBAGAI NEGARA BERAGAMA. Maka pemenang peperangan sebenarnya dari perhelatan pemilihan kepala daerah adalah individu rakyat yang MENGAKUI ADANYA KEBERAGAMAN.
Baca : Keberagaman Untuk Kekuatan Positif
YUK KITA PELIHARA SIKAP TOLERANSI ANTAR SESAMA ANAK BANGSA !!!

           
Related Posts

Related Posts