Kereta Api baru saja memasuki terowongan
Dwi Bhakti karya, terowongan sepanjang 400 meter ini berada diperbatasan
Blitar-Malang tepatnya di area bendungan lahor Sumberpucung. Tetiba ada pesan
whatsapp masuk dari sahabat menanyakan posisi sudah sampai mana berbarengan
dengan masuknya kereta kedalam terowongan pesan belum dibalas dan signal
selulerpun hilang seperti smartphone dalam mode pesawat..hehe
Lampu kereta dalam gerbong menyala tanda
terowongan memang suasana gelap gulita, sensasi seperti memasuki lorong waktu
ketika masuk gerbang terowongan suasana masih pagi tetiba menjadi malam dan
kembali menjadi pagi hanya dalam 5 menit..haha. Bagi penulis traveler (lenjelen
alias aglejer alias my trip my adventure..hihi) bukan sekedar hanya hasrat untuk
menyelesaikan urusan-urusan utama tapi lebih dari itu bahwa setiap perjalanan
itu harus dinikmati dengan penuh ceria, swante tanpa intimidasi bebas waktu dan
tentu bukan bebas nilai saudara.
Tibalah sinyal di handphone hanya dalam 5
menit masuk “Goa” sudah ratusan notifikasi whatsapp, entahlah apa yang
dibicarakan dalam WAG (WhatsApp Group) karena diri ini tidak begitu peduli
dengan group-group yang gak ada hubungan korelasi sebagai pelancong..haha.
Tahun lalu jumlah group whatsapp sampai 50-an, ganti nomer merupakan solusi
untuk menghargai keluar secara halus tanpa menciderai dari penatnya ribuan
kata-kata yang terbuang sia-sia, entahlah banyak kata terbuang sia-sia dimedia
sosial kita. Penulis hanya sesekali baca untuk memastikan sekedar say hello
tidak lebih, dan selebihnya untuk share tulisan swante seperti tulisan yang
panjenengan baca ini.
Ayo Ngopi Sam, wes moleh apa belum ? ojok
lali gowo data, tak tunggu di tempat biasa di kota. Begitulah perintah yang
muncul dari seorang tokoh legendaris..nama disamarkan demi keamanan tugas
negara...haha. Suara perempuan diujung operator kendali kereta api memberikan
pengumuman bahwa para penumpang yang ada di gerbong 5, 6, 7,dan 8 agar
berpindah ke gerbong 4 supaya mudah ketika turun karena pintu utama stasiun berada
di samping kiri dari arah kereta datang..begitulah pengumuman yang disampaikan
perempuan bersuara “khas” petugas layanan operator seluler, entah dia berada
digerbong berapa ? atau patut diduga dia sambil mesam-mesem makan gorengan
hangat ditemani cabai rawit...melihat tingkah para penumpang yang sibuk untuk
berkemas...hehe.
Sampai distasiun belum juga membalas ajakan
ngopi tadi, tumben pagi-pagi sudah ngajak ngopi biasanya “kopdar” (baca: kopi
darat) berlaku pada jam malam sampai dini hari sampai berganti hari. Langsung saja penulis fokus pada aplikasi
ojol (baca: ojek online) untuk “minta antar” dan memesan beberapa makanan
buruh, tahukah anda apa itu makanan buruh ? makanan buruh itu berkarbohidrat
tinggi semacam burger, ya fried chicken dan friends chicken...hoho.
Upss, ada whatsapp juga yang menanyakan
kebekuan politik di Januari. Sekilas mempertanyakan korelasi antara Pilpres dan
Pileg. Terlalu berat untuk menjawab soal-soal berat dipagi hari apalagi hari
minggu waktu swante “ngemong” anak..haha. Politik merupakan satu jalan dari
sekian jalan untuk mengabdikan pada peradaban, siapapun tidak ada larangan
untuk terlibat aktif dalam kontestasi politik. Mas tukang becak, pedagang cilok
dan mbak petugas kasir di minimarket semua berhak dan dijamin untuk berpolitik
tentulah politik yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan apa itu nilai
kemanusiaan ? sederhana saja melihat kemanusiaan satu centi dari kulit kita
adalah kemanusiaan yang harus dihargai apapun motif dan tindakannya selagi
tidak mencelakakan orang lain.
Baca Kampanye Mencelakakan
Baca Kampanye Mencelakakan
Perbedaan pilpres dan pileg, bagi seorang
calon legislatif lebih baik fokus untuk “memasarkan dan memenangkan potensi
keterpilihan dirinya” karena dari sekian data survai pilihan calon legislatif
tidak ada hubungannya dengan kompetensi calon presiden. Capres sudah ada tim
kampanye khsusus yang memenangkan, sedangkan caleg yang bisa meningkatkan
elektabilitas adalah dari masiff serta intensnya melakukan kontak fisik dengan
konstituen (calon pemilih). Bedakan antara massa dan suara pilihan, sangat
tidak efektif menghamburkan waktu di forum-forum besar dengan kehadiran massa
yang banyak itu cocok untuk cara kampanye seorang presiden, sedangkan bagi
seorang caleg elektablitas dibangun bukan dari kerumunan banyaknya massa. Kata
seorang kawan legislator, saya tidak percaya kepada kelompok kerumunan massa
(organisasi massa) banyak petualang yang ego sektoral bermain disana dan saya
lebih percaya kepada tukang becak lagi duduk menunggu penumpang lalu saya sapa
dan dengarkan apa harapan keinginanya disitulah saya menemukan sebenarnya suara
rakyat.
Baca Juga Jurnalisme Warga Masa Depan Berita
Ada betulnya apa yang disampaikan kawan
“perlente” itu, bahwa satu suara tukang becak, suara buruh tani, suara petugas
parkir, suara ibu rumah tangga sama dengan satu suara seorang profesor, seorang
tokoh agama atau tokoh masyarakat bergelar raja sekalipun. Jadi suara tidak
ditentukan dari latar belakang keturunan apalagi gelar-gelar yang disandang.
Visi misi disampaikan dengan tepat man to man bukan sekedar gedor pintu alias
dor to dor merupakan strategi jitu memecah kebekuan politik Januari di DAPIL V(ictory) JAWA TIMUR.
Selamat sore, diluar awan mendung setelah
hujan deras mengguyur jalanan tentu bukan tanda beku politik. Optimis jalan
satu-satunya pilihan bergerak karena pesimis khsusus bagi penganut ideologi
jabariyah. Berpolitik merupakan seni memainkan peluang dari sekian banyaknya
cara untuk merawat peradaban !! NGOPI-Lah
Baca Juga Membaca Peta Pemilih