Beberapa hari yang lalu dibeberapa WAG
(baca:WhatsApp Group) lalu lintas tentang Harlah Muslimat menguasai pembicaraan
beberapa group. Anda pasti merasakan bagaimana lalulintas gorup yang dikuasai
dengan tema-tema Harlah Muslimat yang ke 73
mengendalikan informasi yang anda terima, baik berupa video maupun aneka
rupa meme dengan aneka rupa gaya. Selamat Muslimat telah mewarnai kanal-kanal
media sosial kita, terutama beranda Facebook hampir menjadi warna hijau..Haha...dan maha benar komentar dengan segala tipe dan modelnya.
Baca Juga Raja Gajayana, Ojol dan Generasi MAIDO
Ada sekelompok Ibu-ibu berpakaian serba hijau
sedang menaiki kendaraan colt-bak terbuka, ada Ibu-ibu yang sedang menaiki
perahu penyebrangan, ada ibu-ibu yang sedang berjalan kaki hanya untuk
menghadiri sebuah momen penting kegiatan-kegiatan Muslimat. Begitulah kehidupan
di desa-desa dipelosok negeri, hampir ibu-ibu ini tidak mengenal lelah apalagi
berkeluh kesah untuk sekedar menghadiri sebuah acara-acara kemuslimatan.
Sebagai anak Ideologis Muslimat, patutlah
sekiranya berbangga hati melihat ibu-ibu dengan niat tulus dan benar-benar
lillah hanya mengharap sebuah berkah bersusah payah untuk memperjuangan sebuah
“nilai” yang tidak bisa dibeli dengan nilai rupiah bahkan dengan mata uang
asingpun. Tidak ada harga yang pantas bila melihat kehadiran ibu-ibu muslimat
di setiap momentum apapun, karena harga itu sendiri menjadi nilai yang tidak
berharga bagi ibu-ibu muslimat.
Organisasi perempuan-perempuan dewasa yang
lahir di era pergerakan kemerdekaan dengan segala tantangan era dimana peran
perempuan belum banyak memiliki “fungsi” setara, perempuan dianggap sebagai
kaum nomer sekian dibawah inferior laki-laki, perempuan dianggap sebagai kaum
lemah hanya mampu untuk mengerjakan hal-hal domestik rumah tangga (masak,
mencuci, dan merawat anak). Perempuan masih distigma sebagai kelas dua dari
strata sosial dimana perempuan hanyalah sebagai pelengkap sengsara bagi
laki-laki. Peradaban kelam bangsa Indonesia seperti mengikuti zaman jahiliyah
dimasa Nabi Muhammad SAW dimana masyarakat Quraisy masih menganggap perempuan
adalah sebuah aib, bahkan tradisi jahiliyah benar-benar malu bila memiliki
keturunan anak perempuan dan menguburnya hidup-hidup untuk menghilangkan jejak
aib itu, Nauzdubillah dan budaya
jahiliyah itu hingga sampai jauh masuk meresap dalam kebudayaan Indonesia.
Muslimat NU lahir dan tumbuh berkembang untuk “melawan dengan elegan” menjawab
tantangan pada zaman itu, bahwa setiap perempuan memiliki kodrat kemampuan yang
sama dalam mengisi kemerdekaan bangsa. Tidaklah mudah di Tahun 1938 dimana
Indonesia masih dalam cengkraman penjajahan, perempuan-perempuan Nahdlatoel
Oelama mampu memiliki cara pandang jauh melampaui masanya, tahun itu dipastikan
alat komunikasi tidak secanggih era milenial sekarang, tidak ada itu namanya
Facebook (baca: beranda/dinding/tembok digital), Instagram, Twitter, Pinteres
atau WAG (whatsapp group) semua serba manual keterbatasan dan tidak ada
limpahan teknologi seperti sekarang. Baca Ansor : Islam Agama Kemanusiaan
Nahdlatoel Oelama Moeslimat (baca: NOM)
mampu memberikan ruang arah harapan baru perempuan Indonesia, dari sekedar ibu
rumah tangga menjadi ibu-ibu tangguh yang mampu melawan dominasi ketidakadilan
peran di zamannya. NOM terlibat aktif dalam membebaskan bangsa dari penjajahan dan
kolonialisme, mampu menunjukkan bahwa ibu-ibu Muslimat bukan sekedar santriwati,
bukan sekedar ibu Nyai biasa lebih dari itu perannya mampu menentukan arah
angin perempuan Indonesia. Muslimat NU organisasi Badan Otonom Nahdlatul Ulama
yang memiliki karakter berbeda dengan banom-banom lainnya. Penuh teladan,
terukur, tidak urak-kan, penuh ikhlas tanpa tedeng aleng-aleng, meminjam
istilah masyarakat mantraman sudah sangat ceto wolo-wolo sejak dahulu tanpa
diragukan ketulusannya dalam berjuang, memelihara, merawat dan menebarkan cinta
tanah air dan kebaikan-kebaikan sebagai perempuan. Kini Muslimat NU usianya
sudah mencapai 73 Tahun, usia yang tidak lagi muda usia yang sangat matang
ditengah gempuran perang pemikiran, perang ideologi dan hantaman limpahan
teknologi ibu-ibu Muslimat tetaplah konsisten sebagai Madrasah/Sekolah pertama
bagi generasi bangsa. Muslimat NU bukan sekedar Emak-Emak biasa !. Selamat
Harlah dan Kami Bangga.