Hari ini hari baik, meski semua hari
tentu baik. Bukankah tidak ada pembeda antara hari senin dengan hari yang
lainnya, ada satu pembeda hari yaitu Jum’at. Jum’at bagi ummat muslim adalah
hari raya kecil, mungkin bagi ummat lainpun ada hari tertentu yang dianggap
penting lebih dari sekedar hari biasa. Masih ingat bukan ketika seorang
gubernur di sebuah kota besar dikala itu ditanya oleh seorang wartawan mengapa
bapak gubernur yang bukan seorang muslim membangunkan masjid untuk para pegawai
pemerintah daerah, apakah tidak membuat iri ummat beragama lainnya ? apa
jawaban seorang gubernur yang terkenal dengan manajemen open government, apa itu
open government semua rakyat bisa mengkases melalui internet semua jenis
anggaran serta peruntukkannya dan dapat mempertanggungjawabkan dengan sistem
e-governmant yang banyak diduplikasi oleh beberapa daerah status WTP, itulah dia seorang gubernur yang memang “berkarakter keras” untuk
memimpin sebuah kota metropolitan yang multi karakter penduduknya.
Baca Juga Kampanye Mencelakakan : Hitam, Negatif dan Penunggu Pohon
Apa jawaban gubernur atas pertanyaan wartawan tersebut ? dia menjawab kalo ummat lain iri dengan pegawainya yang muslim karena dibangunkan masjid dia meminta agar yang iri tersebut mau tidak masuk kerja di hari minggu ?..wow sebuah jawaban yang realistis dan apa adanya, akal yang waras pasti menerima logika sederhana itu.
Baca Juga Kampanye Mencelakakan : Hitam, Negatif dan Penunggu Pohon
Apa jawaban gubernur atas pertanyaan wartawan tersebut ? dia menjawab kalo ummat lain iri dengan pegawainya yang muslim karena dibangunkan masjid dia meminta agar yang iri tersebut mau tidak masuk kerja di hari minggu ?..wow sebuah jawaban yang realistis dan apa adanya, akal yang waras pasti menerima logika sederhana itu.
Jum’at ini tepat tanggal 01 bulan 02,
angka ini tidak menunjukkan angka pilihan presiden maupun angka togel (totoan
gelap), entahlah totoan memang gelap..hehe. Biasa saja perputaran waktu adalah
sunnatullah (kehendak tuhan) bukankah manusia tugasnya hanya untuk bersyukur.
Setiap Jum’at tiba bila di luar kota penulis sering suka ada khotib yang
membaca khutbah tidak bertele-tele, berbelit-belit, mehek-mehek pakai nangis,
apalagi sampai berorasi layaknya mimbar bebas kampanye ditengah lapangan.
Jum’at ini cuaca sejuk meski hujan tidak turun, khotib menyampaikan dengan
tenang pentingnya makna iman taqwa, pentingnya menjaga hubungan baik dengan
sesama dan tentu harus beriringan menjaga hubungan vertikal dengan tuhannya.
Baca Juga Politik Beku Dapil V Jawa Timur
Baca Juga Politik Beku Dapil V Jawa Timur
Ketaatan atau ketundukkan seorang hamba
diuji ketika zaman Rasullullah SAW, ada seorang sahabat yang dijarinya mengenakan
cincin emas, seketika itupula Rasul langsung mengambil dengan paksa dari tangan
sahabat tersebut dan membuang itu cincin emas, tanpa ada rasa ragu si sahabat
bersumpah tidak akan mengambil dan menggunakan kembali cincin yang telah
dibuang tadi karena dia sadar dan insaf bahwa inilah yang dimaksud dengan Sami’na Wa Atho’na.
Pun begitu juga ketika ada dua sahabat
yang sedang berbicara keras di teras masjid sedangkan masjid itu berada
(menyatu) dengan rumah Rasul hingga suara dua sahabat itu terdengar dari
jendela rumahnya. Dua sahabat itu sedang berdebat hebat satunya menagih hutang
dan satunya masih belum sanggup membayar, hingga Rasul keluar dengan memberikan
solusi wahai sahabatku tagihlah sahabatmu itu dengan separuh dulu dari
hutangnya. Persoalan hutang piutang memang susah, niat baik pemberi hutang
pastilah niat baik menolong tapi namanya dinamika kehidupan pastilah ada yang
tepat waktu dan bahkan ada yang menunda dengan tidak tanpa sengaja, maka Rasul
memberi solusi agar penghutang membayar separuh dulu dari hutangnya, akhirnya
dua sahabat tersebut bersepakat iniliah yang dimaksud dengan Sami’na Wa Atho’na ujar sang khotib
dengan panjang lebar menjelaskan konsep ketundukkan dan kepatuhan seorang hamba
terhadap Tuhan-Nya.
Baca Juga Raja Gajayana dan Generasi Maido
Baca Juga Raja Gajayana dan Generasi Maido
Sami’na
Wa Athona ( We Hear and Obey) Kami Mendengar dan Kami Taat adalah logika dalam Beribadah, maka
sudah selayaknya ketundukkan dan ketaatan kita hanya semata-mata dalam soal
Ibadah bukan ketundukkan dalam politik praktis apalagi sampai taqlid buta tanpa
melihat track record (jejak-jejak prestasi) kandidat calon pemimpin eksekutif
(pemerintah) ataupun legislatif (parlemen). Selamat ber-sami’na wa atho’na
dengan tenang, hindari buta politik praktis. Cintai diri dan sayangi keluarga,
jangan Lupa NGOPI-LAH !
Baa Juga Membaca Peta Pemilih Sosiologis, Psikologis dan Rasionalitas
Baa Juga Membaca Peta Pemilih Sosiologis, Psikologis dan Rasionalitas