Tepat seminggu yang lalu tanggal lima bulan
Januari tahun dua ribu sembilan belas merupakan waktu yang sangat berharga bagi
sebuah hubungan sebagai kepala keluarga. Hari itu tepat usia tiga puluh tiga
tahun, usia yang sudah tidak lagi remaja usia peralihan menuju sangat dewasa.
Kepala keluarga yang baik merupakan idaman bagi sebuah bahtera rumah tangga,
dimana setiap tarikan nafas menentukan arah perahu dan layar berkembang. Mau
dibawa kemana hubungan kita ? lirik lagu populer yang pasti pernah mendengarnya
baik ketika suka maupun duka. Karena hidup harus punya visi bukan ?.
Kepala keluarga sang nahkhoda pembawa arah
perahu besar (baca:rumah tangga) merupakan figure yang tidak sekedar satunya
kata dan perbuatan penuh tanggungjawab. Sebagai seseorang yang terus berusaha
memperbaiki kebaikan-kebaikan diri sang nahkhoda selalu dihadapkan dengan
berbagai rintangan gelombang laut dan ombak yang semakin tidak terkendali.
Layar sobek dan perahu bisa menjadi pecah menabrak karang, akibat terbatasnya
jarak pandang bisa juga karang menghadang tanp diduga karena matinya
sonar-sonar signal pembaca rintangan lautan luas.
Seorang nahkoda menginginkan semua penumpang
selamat, awak kapal selamat tanpa ada cidera sedikitpun meski hujan badai
ditengah derasnya samudera menghantam dari kanan dan kiri. Samudera yang begitu
ganas jauh berbeda dengan daratan yang mudah diprediksi dimana bebatuan dan
arah berbelok laju kendaraan bisa dihindari bagi seorang driver. Samudera
sangat luas penuh dengan risiko tidak mudah memprediksi apa yang akan terjadi
dengan gelombang yang dahsyat ditengah keterbatasan teknologi meskipun
teknologi itu sangat canggih tapi samudera tidak menjamin akan keselamatan
bahtera itu.
Nahkoda dan awak kapal hanyalah ilustrasi
penulis menggambarkan situasi sesungguhnya dari cara menjalani kehidupan rumah
tangga. Ini adalah ilustrasi yang semua orang ketika sudah berumah tangga
akan menghadapi segala soal-soal kehidupan yang harus bisa dijawab dengan
tepat, jitu dan tanpa ragu diputuskan segera tentu tanpa harus mencontek.
Waktu menunjukkan pukul 00:19 WIB kereta api
eksekutif Gajayana ini berhenti tepatnya di Stasiun Karanganyar Jawa Tengah,
masih separuh perjalanan menuju kembali dari Jakarta di ujung barat pulau jawa
ke Malang di Jawa Timur. Dalam gerbong 1 tempat duduk nomor 11 B ini penulis
baru bisa menuliskan dari refleksi atas ulang tahun “ultah” istriku tercinta
yang kini menggenapi usianya mencapai tiga puluh tiga tahun. Sebagai seorang
suami yang terus belajar kepada alam bahwa selalu ada rindu yang sangat dalam
ketika jarak perjalanan jauh, padahal cuma dua hari ditinggal ke Jakarta tapi
kenapa rindu itu selalu semakin merindu dan terus merindu. Patutlah kiranya pandai bersyukur
bahwa rindu ini anugerah Tuhan yang terus-terusan akan dipelihara dimana dan
kapanpun hingga tiada lelah.
Seminggu yang lalu bersama para kekasih
(baca:istri dan anak) menginap di sebuah tempat yang namanya hampir sama dengan
nama kereta ini, tepatnya lokasinya di kompleks Malang Olympic Garden (MOG),
agenda ini sebenarnya bagian dari “kewajiban” dan “jawaban” karena merupakan
cara bersyukur selama beraktivitas melanglang buana sebagai nahkoda ditahun dua
ribu delapan belas. Satu janji waktu itu bila Kakak Dafi (anak pertama) meraih
rangking maka akan diberi “bonus” untuk cari kolam renang yang layak sebagai
penghargaan, sesederhana itu penghargaan bagi anak-anak. Sebenarnya dalam
urusan akademik prestasi anak, penulis percaya penuh 1000% kepada kekasih
(baca:istri), begitulah lelaki terkadang lupa akan kodrat sebagai nahkoda.
Momen “kewajiban” itu tidak lebih dari merayakan rasa syukur “ultah” sekaligus
melunasi tanggungan berupa bonus prestasi anak-anak yang sudah baik secara
akademik serta mampu bisa membaca ayat-ayat suci secara tekstual, sungguh
membuat bahagia luar biasa tiada terkira
dan entah penghargaan apa yang layak diberikan untuk Ibu dari anak-anaku.
Setahun lalu penulis memang hampir tidak
punya waktu untuk membersamai keluarga besar ini, kenapa saya katakan keluarga
besar karena kini anak-anakku sudah genap menjadi 4 jagoan hebat. Jagoan-jagoan
hebat ini yang akan menjadi bagian inti dari awak kapal. Merawat cinta, kasih
dan sayang tidak semudah merawat pohon bambu air dihalaman rumah, penuh
komitmen serta kemauan keras untuk terus memelihara arti dari “janji suci”
(baca:akad) itu sendiri. Satu dekade (delapan tahun) bahtera rumah tangga telah
berlayar jauh dan kini tahun 2019 layar akan terus berkembang untuk sebuah
visi SAMAWA, bersama mewujudkan makna dari arti sebuah keluarga.
Baca Juga Pabrik Es : Kesegaran Akal dan Logika
Selamat Ultah Istriku, aku merindu seperti
pagi ini hanya terdengar suara derit rel bertemu dengan roda-roda kereta yang
mengantar diri ini untuk menuju perjumpaan yang semakin menggebu tiada terkira.
I LOVE YOU FOREVER !!!
I LOVE YOU FOREVER !!!