e6GvGCdbTzFsmYvH0IfUvnO72MWscluP9AUkD1SU

LIDAH KAKI 6 RASA BINTANG 5, SISI LAIN TROTOAR


Hari kedua di Batavia (baca:Jakarta) ini penulis kenapa tidak cocok dengan menu-menu yang disajikan racikan hotel tempat menginap. Sebenarnya gejala "lidah tidak cocok" sudah lama sekali bila berada di hotel tempat menginap. Entahlah sudah berapa kali masuk-keluar hotel, apalagi di daerah (baca: Malang) puluhan kali menikmati suasana hotel tapi soal rasa masakan masih bisa ditolerir alias lidah masih dapat mampu beradaptasi.
Mungkinkah desain lidah manusia eropa, afrika, berbeda jauh dengn lidah asia..hehe. Lidah asiapun berbeda-beda, Asia Tenggara berbeda jauh dengan Asia Timur. Lidah serumpun asia tenggarapun berbeda dengan negara berasal. Lidah satu negarapun berbeda dengan lidah antar daerah. Lidah antar daerahpun berbeda pula dengan lidah antar Suku, Ras, tentu bukan lidah Agama lho..
Memang lidah tidak bertulang tak terbatas kata-kata apalagi bila bicara Agama semua berapi-api seolah-olah bahwa dirinya sendirian sebagai pembela agama yang lain kurang ghirrah (semangat), dianggap rendah tekadlah, lemah dan loyolah serta seabrek konotasi pesimis disematkan..upss. 
Agama dibela tidak cukup dengan Kepalan tangan apalagi angkat senjata, agama tidak butuh itu untuk dibela. Sedikit-sedikit pedang, sedikit-sedikit perang, sedikit-sedikit teriak anti inilah anti itulah dan beraneka macam anti dimiliki..hehe. Agama dibela dengan kesantunan, etika luhur tanpa penuh amarah karena sejatinya agama Akhlak itu sendiri..wow..Utusan tuhan terakhir adalah untuk penyempurna Akhlak karena peperangan sudah tidak relevan lagi di Bumi Indonesia.
Kita kembali ke Trotoar, pertama datang selesai naik hotel berjalan MAJAPAHIT (baca: nama Kereta Api) sebelum cek-in  penulis menyempatkan keliling-keliling sekitar penginapan untuk mencari-cari dimanakah para penjual ditrotoar-trotoar untuk menikmati siang nan cerah penuh gerah. Akhirnya ditemukanlah suami istri dan anak kecil yang sedang jualan aneka makanan ringan, ada bakwan, ada tahu goreng, tempe goreng dan arem-aream (apa itu arem-arem? nasi dibungkus daun pisang layaknya lontong tapi berisi beberapa jenis sayur, daging dan tempe). Pokok'e bila arem-arem dimakan bareng bakwan hangat yang terjadi adalah sebuah kontraksi lidah yang luar biasa..hehe...saking nikmatnya bagi para pemburu gorengan ditengah himpitan gedung-gedung tinggi, berkamar-kamar tanpa saling kenal antar penghuni..hihi. Batavia banyak cerite, beberapa kali ke kota ini yang biasa di cari selain "warung trotoar" tentu warteg alias warung tegal ber-menu semur jengkol...tahukah anda jengkol? makanan ini diambil dari ati macan..obat kanker paling efektif..hehe
Kini malam mulai pagi, mencoba keluar mencari udara segar ternyata eh ternyata dikamar hotel lebih segar daripada diluar udara Batavia. Di trotoar pintu masuk hotel masih bertahan penjual Nasi Goreng, meski harus antri penulis dengan sabar menunggu karena selera makan ditentukan oleh lidah, apalagi lidah perpaduan tanah pasundan dan tanah jawa...bersabar itu beraki-rakit kehulu untuk tidak bersakit-sakit sampai ke hulu...haha..
Trotoar kemaren pagi dan malam ini merupakan tempat yang cocok untuk pedagang kaki lima, bahkan tidak hanya lima bisa menjadi kaki enam karena anak sekecil itupun tetap berjualan dengan Ibu, bapaknya untuk menunggu masa depan cerah kelak. Tuhan memberikan teladan luar biasa dari perjalanan singkat ini, bahwa Jakarta masih merupakan tempat mengadu nasib anak-anak bangsa dari seluruh pelosok daerah. Bersyukurlah penulis tetap membumi meski bertempat tinggal di Kota Kecil Kota Gambiran Ibu Kota Kepanjen Provinsi Malang Raya..Hehe.
Selamat malam lidahku "wes" pingin makan Nasi Goreng khas Kaki 6 rasa bintang 5. Balik ke kamar hotel sambil dengarkan duet Iwan Fals dengan Agnez Monica..lagu nonton dua-duan asyiknye...selamat berakhir pekan cintai diri dan sayangi keluarga !!
Related Posts

Related Posts