Pemilihan umum yang diadakan dikebanyakan
negara demokrasi dianggap sebagai lambang sekaligus tolok ukur dari demokrasi,
dikarenakan situasi keterbukaan dan kebebasan berserikat dianggap mencerminkan
dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. (Miriam Budiarjo,
2018: 461). Dengan adanya pemilihan langsung masyarakat diberi wadah untuk
menentukan pemimpin daerahnya secara langsung dan memilih sesuai dengan
aspirasi yang ingin diperjuangkannya. Pemilu merupakan sebuah proses sekaligus
sarana rakyat berdemokratis untuk menyalurkan aspirasinya sebagai bentuk
mewujudkan kedaulatan dari rakyat itu sendiri.
Studi tentang perilaku pemilih (electoral
behavior) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan bagian dari perilaku
politik (political behaviour). Menurut Ramlan Surbakti, secara terminologis
perilaku politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat,
lembaga-lembaga dengan pemerintah, dan interaksi antara kelompok individu
dengan masyarakat. Dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan
keputusan politik. ada empat faktor
yang mempengaruhi perilaku politik
individu sebagai aktor
politik.
Baca Juga Nge-DAPIL : PILEG vs PILPRES
Pertama, lingkungan sosial politik tak
langsung, seperti sistem politik, sistem
sosial, sistem budaya
dan media massa.
Kedua, lingkungan sosial politik
langsung yang membentuk
kepribadian aktor seperti agama, sekolah,
keluarga dan kelompok
pergaulan, dimana didalamnya adanya
sosialisasi dan internalisasi
nilai, norma. Ketiga, struktur kepribadian
yang tercermin dalam
sikap individu, dimana terdapat tiga basis
fungsional sikap yaitu
kepentingan, penyesuaian diri,
eksternalisasi dan pertahanan
diri. Keempat, lingkungan sosial politik langsung
berupa situasi atau
keadaan yang mempengaruhi secara langsung
ketika hendak melakukan
kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga,
keadaan ruang, kehadiran
orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala
bentuknya. (Ramlan Surbakti, 2007: 132-133).
Perilaku memilih sendiri diartikan sebagai
aktivitas atau keputusan seorang warga negara untuk menggunakan atau tidak
menggunakan hak pilihnya untuk memilih salah satu kandidat politik dalam
sebuah pemilihan umum.
Setidaknya ada tiga pendekatan dalam menganalisis perilaku pemilih
pertama, madzhab columbia dikenal dengan pendekatan sosiologis, kedua, michigan
model atau pendekatan psikologis dan ketiga rational choice yaitu pendekatan
mengedepankan pilihan rasional. Berikut uraian singkat mengenai tiga pendekatan melihat
perilaku pemilih.
Baca Berani Bersatu Generasi NOW
a. Pendekatan Sosiologis
Baca Berani Bersatu Generasi NOW
a. Pendekatan Sosiologis
Pelopor dari pendekatan sosiologis
dikembangkan oleh Universitas Columbia atau dikenal dengan madzhab Columbia.
Bahwa perilaku politik seseorang itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
sosial ekonomi, afiliasi etnik, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap
organisasi, usia, jenis kelamin dan tempat tinggal. Pendekatan sosiologis lebih
menekankan pada variabel pengelompokan sosial dalam melihat perilaku pemilih.
Pendekatan psikologis melihat perilaku politik dari sudut luar kedirian
seseorang kemudian mengkaitkannya dengan perilaku pemilih.
b. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini lebih dikenal dengan madzhab
Michigan, dimana pendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasi seseorang
terhadap partai tertentu yang kemudian akan mempengaruhi sikap orang tersebut
dalam memutuskan calon atau sikap terhadap pilihan isu-isu yang berkembang.
Pendekatan psikologis melihat perilaku politik dari persepsi seseorang mengenai
masalah politik.
c. Pendekatan Pilihan Rasional
Pendekatan rasional berkaitan dengan
orientasi utama pemilih, yakni orientasi isu dan orientasi kandidiat. Perilaku
pemilih berorientasi isu berpusat pada pertanyaan: apa yang seharusnya
dilakukan oleh pemerintah-dari partai yang berkuasa kelak-dalam memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara. Sementara
orientasi kandidiat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidiat
tanpa mempedulikan label partai. Pendekatan pilihan rasional melihat
perilaku pemilih sangat
dipengaruhi oleh aspek penilaian dirinya
apakah pilihan politiknya
tersebut akan mendatangkan keuntungan,
kemanfaatan bagi dirinya
atau tidak. Sehingga sebelum
menentukan pilihan politiknya
ada semacam kalkulasi politik
yang bersifat rasional-ekonomis.
Peta ketiga perilaku pemilih ini “sudah
seharusnya” menjadi alat deteksi dini membangun kesadaran diri bagi para calon
legislator maupun senator yang berkompetisi ditahun Babi Tanah menurut kalender China (Gong Xi Fa Cai 2019). Kini
tinggal mengukur seberapa jauh hubungan yang dilakukan calon-calon eksekutif
maupun legislatif dengan para pemilih, apakah lebih banyak menggunakan hubungan
psikologis, sosiologis atau interaksi rasional yang terjadi dengan pemilih ?.
Percayalah masih ada pemilih idealis disekitar kita dan jumlahnya jauh lebih
besar dari perkiraan yang anda prediksikan. PESIMIS jalan kemunduran, maka GOLPUT-pun bukan pilihan menentukan arah gerak. Salam Pecel Blitar, Pedass !!!
Selamat ber-RABU, menjemput KAMIS menang SEHAT jangan
lupa NGOPI !
Baca Juga Melihat Demokrasi Dari Jawa Timur