Sudahkah anda bangun siang ini dengan
segar ? atau mungkin masih sibuk baru bangun dari “mimpi” karena dini hari tadi
bermunajat dilayar kaca sebagai fan fanatik laga-laga el clasico..Hehe.
Pertandingan sepakbola menang-kalah biasa, karena substansinya olahraga adalah
sportifitas. Hala Madrid !.
Baja Juga Kampanye Playing Victim dan Gong Ci Fa Cai
Sportifitas tidak melulu soal olahraga,
dalam persaingan bisnis minimarket, persaingan warung tetangga, persaingan
kelas sosial, persaingan medan dakwah (baca:ceramah), persaingan ingin menjadi
populer sebagai makhluk paling peduli, hingga persaingan menuju parlemen dan
persaingan berebut mengendalikan istana negara semua perlu sportifitas tanpa
batas. Sportifitas berfikir dengan
sangat sederhana tanpa dibuat-buat, apalagi dengan niat-niat jahat menjatuhkan
pesaing dengan strategi keji tidak berperikemanusiaan hanya untuk mementingkan
diri menapikan kepentingan khalayak. Naudzubillah.
Semua aneka rupa persaingan bagi makhluk
yang berakal (baca:manusia) memilki
strategi yang tepat. Persaingan berlomba-lomba dalam kebaikan pastinya
dibarengi dengan strategi “matang” tidak asal njeplak apalagi sekedar berpuisi
ditengah gersangnya rasa romantis media sosial.
Baca Juga Sami'na Wa Atho'na Logika Beribadah Bukan Logika Politik
Bicara soal strategi kebanyakan “petarung”
menggunakan referensi kata-kata seni peperangan Sun Tzu (Art Of War), strategi
yang berangkat dari sebuah buku filsafat militer china yang sangat berpengaruh.
Satu dari sekian strategi untuk memenangkan “pertempuran” kutipan populer dari
Sun Tzu “Dia yang mengenal musuh maupun
dirinya sendiri takkan pernah beresiko dalam seratus pertempuran; Dia yang
tidak mengenal musuh tetapi mengenal dirinya sendiri akan sesekali menang dan
sesekali kalah; Dia yang tidak mengenal musuh ataupun dirinya sendiri akan beresiko
dalam setiap pertempuran.” Bahwa kemenangan akan diraih bila “petarung”
mengenali kemampuan dirinya sendiri dan mengenali pesaingnya dengan cermat yang
tidak akan membawa risiko meski berkali-kali berkompetisi dalam sebuah
perlombaan kebajikan. Sungguh luar biasa strategi yang bisa diterapkan disegala
bidang kehidupan tidak hanya berperang dalam arti sempit apalagi election.
Baca Juga Kampanye Mencelakakan
Kini kubu Prabowo dan Jokowi sedang
hangat membincang tentang peran negara lain (Rusia, Amerika dan China) dalam
kompetesi pemilihan umum menuju kursi istana. Perang narasi sedang dimainkan di
hari-hari terakhir (baca: 69 hari lagi) saling tuding dan saling komentar
secara terbuka menandakan bahwa “pertempuran politik” benar-benar sedang
terjadi. Bila membaca strategi nomor 23 dari Sun Tzu “Berteman dengan negara jauh dan serang negara tetangga” ini sangat
relevan menggambarkan situasi kekiniaan dipentas jagad media sosial nasional.
Artinya sudah jamak diketahui bahwa sebuah negara yang berbatasan satu sama
lain menjadi musuh sementara negara yang terpisah jauh merupakan sekutu yang
baik. Ketika anda adalah yang terkuat di sebuah wilayah, ancaman terbesar
adalah dari terkuat kedua di wilayah tersebut, bukan dari yang terkuat di
wilayah lain. Sampai disini kedua pasangan calon presiden dan pendukungnya
sedang melambungkan peperangan jarak jauh “seolah-olah” menembakan peluru ke
negara-negara adidaya yang sebenarnya sedang berebut simpati dukungan sumber-sumber resources dari negara
tetangga. Hihi..terlalu jauh analisanya ya kayak anak hubungan internasional
aje, politik bebas tafsir dan tentu gunakan analisa cara CERIA..hoho.
Baca Juga KA Majapahit Hotel Para Tentara
Sampai detik inipun tidak ada negara
tetangga yang berani terang-terangan mendukung kedua pasangan calon presiden
kecuali klaim sepihak, inilah hiden
agenda yang tidak diketahui masing-masing pendukung di desa-desa agar
mengurangilah tensi dukung-mendukung dengan taqlid
buta (tanpa arah).
Tidak ada narasi yang diangkat secara
serius tentang “Kedaulatan Teritorial Wilayah” yang ada perang urat syaraf
sebagi pemanis gincu politik. Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh “kulakan”
strategi sampai ke china segala, negeri yang indah ini pernah mencatat sejarah
memiliiki strategi unggul dalam peperangan hingga menyatukan Asia Tenggara
(baca:Nusantara) di masa kerajaan Majapahit. Gajah Mada lah (maaf bukan Gaj
Ahmada ya) dia mampu dengan sumpah Palapanya mewujudkan persatuan kesatuan dan
sportifitas tanpa batas dalam menaklukan kekuasaan-kekuasaan negara tetangga
hingga menyatu dibawah bendera Majapahit. Strategi apa yang mau dipakai Sun Tzu
atau Gajah Mada kembali lagi kepada cara pandang dan cara nalar masing-masing
kandidat dan pemandu soraknya. Yang jelas sampai tadi malam kedua pasangan
sampai detik-detik terakhir menjelang tanggal 17 April 2019 skornya masih 1:1. Sekali lagi Hala Madrid ! .
Selamat siang, NGOPI-LAH !
Baca Juga Raja Gajayana dan Ojol
Selamat siang, NGOPI-LAH !
Baca Juga Raja Gajayana dan Ojol