Hari ini Kamis besok sudah Jum’at dan
secara otomatis mengingtakan saja bahwa nanti Malam Jum’at..Hehe..
Sebelum membincang banyak hal, masih
ingat nggak ya atau mungkin sudah lupa karena faktor U (baca:usia) manusia
memang tempatnya lupa. Dulu pelajaran sosial pertama di sekolah dasar
menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk atau hewan politik (zoon polticon) ini pandangan Aristoteles,
lebih jauh lagi Adam Smith menyebut bahwa manusia adalah Homo Homini Socius (makhluk sosial) bahkan menyebut manusia adalah Homo Economicus (makhluk ekonomi) atau
Thomas Hobbes menyebut dengan Homo Lupus
(manusia sosial), dan Muhammad SAW menyebut manusia dengan Makhluk Berakal
(baca:Hayawatun Nathiq) yang Bermanfaat
Untuk Sesama (baca:Anfa’uhum Linnas).
Kembali ke laptop, eh..ke handphone...entahlah
sejak pertemuan di Stasiun MRT itu banyak teman, kawan dan rekan saya di
dinding stastus media sosialnya mencerminkan nuansa patah hati, ada apa dengan
saling jumpa naik kereta MRT ? begitupula setelah membaca berita kabar pertemuan
makan malam empat orang pemimpin politik, status berandanya semakin patah hati.
Puncaknya pekan ini setelah membaca berita nikmatnya nasi goreng, tambah
semakin patah hati. Ada apakah dengan kawan-kawan yang semakin menjadi-jadi
patah hati ? jawabnya tidak sesederhana itu. Ini diperlukan tenaga tabayun (baca:klarifikasi)
yang ektsra untuk memastikan apa sebenanya yang terjadi atas kegundahannya
menyaksikan drama-drama kejutan dalam lingkar kekuasaan (baca:politik) nasional. Luar biasa peran media dalam membentuk berbagai peristiwa politik hingga ke lorong-lorong pelosok negeri ..hehe.
Klarifikasi akhirnya bisa membuahkan
hasil nyata, sambil Ngopi-Ngopi dan cerita nabi-nabi dimana kawan ini merasa
PATAH HATI karena setelah melihat, merasakan, dan kecamuk degup detak didada
setelah peristiwa akrobat-akobat politik dilihat dari kacamata “lugu” dan “jihad
palsu”. Kawan ini saking “lugu-nya” melihat politik praktis (baca:kekuasaan)
adalah seruan jihad untuk melawan kaum-kaum yang tidak seiman. Ketika
kontestasi politik praktis (baca:pemilihan umum) berlangsung bahkan dengan
gagah berani memutuskan silaturahim dengan sesama saudaranya yang seiman dan
sekandung. Miris bukan bila politik praktis dilihat dari kacamatan “lugu” ?.
Padahal quote Lord Didi Kempot bahwa obat patah hati adalah nyanyi, sampai disini
cobalah sesekali mendendangkan lagu BANYU LANGIT agar kita tetap waras dalam
patah hati..hehe
Pembaca yang budiman, inilah pelajaran
penting bagi semua insan politik dimanapun. Ketika anda terlibat dan terjun payung
dalam politik praktis (baca:kekuasaan) rumus politik pertama adalah tidak ada teman
yang kekal, rumus kedua tidak ada makan siang yang gratis, rumus ketiga yang kekal mempersatukan adalah KEPENTINGAN, rumus keempat kembali
ke rumus pertama, kedua dan ketiga. Begitu pragmatiskah rumus politik praktis ? itulah
realitasnya.
Bila kita melihat lebih jernih tidak ada
yang salah dengan politik kekuasaan (baca;pragmatis) sejatinya politik itu
sendiri bersifat naluriah murni konon politik adalah “suci”. Seperti ribuan
tahun yang lampau sebelum agama-agama lahir sebelum kalender masehi atau
kalender hijriah terbit Aristoteles sudah berfkir secara jernih bahwa manusia
sejatinya hewan politik. Manusia dikodratkan untuk hidup dan berinteraksi
dengan satu dan lainnya. Manusia makhluk ekonomi dan makhluk sosial inilah yang
semakin membedakan jauh dengan binatang dimana dunia binatang yang berlaku
adalah rumus yang kuat yang berkuasa. Manusia adalah makhluk berakal ini lebih
jauh lagi pembeda manusia dengan binatang, bahkan yang membedakan dari
kesemuanya karena akalnya manusia bisa bermanfaat bagi sesama bahkan bermanfaat
untuk semesta alam disini semakin jelas pembeda manusia dengan binatang.
Jadi politik praktis (baca;kekuasaan)
hanya ada di dunia manusia, bukan di dunia binatang apalagi dunia alam ghaib. Diatas
semua itu bahwa politik praktis, politik pragmatis, politik kebangsaan atau
politik kemanusiaan sejatinya hanya untuk kepentingan dan kebaikan hidup manusia
itu sendiri. Maka bila kita tarik benang merah, benang biru, benag hijau atau
bahkan benang kuning sekalipun politik sejatinya khusus orang-orang yang
ber-akal dan orang yang mau bermanfaat untuk sesama. Selamat Pagi, NGOPI-Lah !