e6GvGCdbTzFsmYvH0IfUvnO72MWscluP9AUkD1SU

MAUTUL ‘ALIM MAUTUL A’LAM : MBAH MOEN KIAI MELINTASI ZAMAN SOEMPAH PEMUDA HINGGA ZAMAN DIGITAL


Hari ini Selasa tanggal enam bulan Agustus dua ribu sembilan belas baru saja sampai di teras perpustakaan pusat kampus begitu laptop dibuka dan terkoneksi dengan jaringan internet penulis dikagetkan dengan postingan sahabat di beranda facebooknya. Tanpa kata dan spontan berucap Innalillahi Wainna Illaihi Rajiun Mbah..Alfatihah !.
Apakah benar berita ini, rasa-rasanya serasa seperti hoax entahlah setelah perang hoax di media sosial gegara pemilihan idol (baca:pemilu) yang sangat berisik penulis selalu selektif dalam membaca “viral” status beranda teman-teman media sosial. Menahan diri tidak mudah percaya atas viral atau berita yang belum tentu kebenarannya ini sangat penting dari sekedar jempol kita berlomba-lomba untuk memposting bahkan mengirimkan gambar-gambar ataupun video dari lokasi sebuah peristiwa, kita terkadang lupa bahwa ada etika dan norma yang harus dibangun secara perlahan dalam cara kita bermedia sosial. Tidak perlulah sekiranya kita menjadi “wartawan bodrex” alias perantara berita hoax yang perlu minum obat sakit kepala cukuplah kita menjadi citizen jurnalis (baca:jurnalis warga) yang menahan dulu jempol untuk memberi ruang dan waktu agar logika (akal/otak) bekerja secara sempurna.
Seperti biasa penulis melakukan penelusuran jejak digital untuk memastikan apakah kabar yang telah membuat “hati berkalang sedih”. Membaca pesan di WAG (baca: whatsapp group) sudah tersebar berbagai macam dan aneka rupa video mengalahkan “breaking news” televisi sampai disini hanya bisa berucap Maha benar Netizen penduduk +62. Selidik punya selidik setelah mengecek beberapa status tokoh-tokoh penting di Facebook, di kroscek dengan twit di beranda Twitter para influencer media sosial kabar ini bukan lagi hoax tapi kabar benar dan sudah menjadi takdir kehidupan alam nyata.  Selamat Jalan Mbah Kiai.
Mbah Moen lahir tanggal 28 Oktober 1928, tanggal dan hari itu bagian dari sejarah penting bangsa Indonesia. Masih ingat bukan dengan sejarah Soempah Pemoeda, peristiwa penting yang mampu memberikan nafas segar persatuan menggelorakan semangat pemuda-pemuda kala itu untuk berdirinya sebuah bangsa yang dikemudian hari menjadi bangsa merdeka dan 9 hari lagi akan berusia 74 tahun. Dirgahayu Kemerdekaan Repulik Indonesia, MERDEKA !.
Sumpah Pemuda sebagai narasi bersama bahwa membangun bangsa dan negara tidak boleh sekali-kali memunculkan stigma kedaerahan, sudah usang bila dalam akal logika pemuda masa kini masih berfikir kolot apalagi sampai pada titik nadir chauvinisme pribumi dan non-pribumi. Spirit sumpah pemuda itulah tumbuh berkembang bersama gagasan-gagasan Mbah Moen selama 90 tahun. Mbah Moen tidak hanya sekedar guru bagi para santri, beliau kiai kharismatik yang mencintai bangsanya dan mengajarkan pentingnya memahami substansi toleransi perbedaan antar semua golongan.  Semua terkagum dan ta’dzhim kepada Mbah Moen dari tokoh lintas partai politik, tokoh lintas agamapun bahkan hingga melintasi zaman sampai era digital sekarang Mbah Moen tetap sebagai orangtua yang mengayomi tidak lelah mengajarkan pentingnya bertoleransi untuk mewujudkan sebuah negara yang dicintainya yaitu tempat kita berpijak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Harga Mati !. Segar sekali diingatan kita ketika beliau menjelaskan dengan telaten dan penuh kesabaran dibalik makna akronim PBNU bahwa Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pedoman kita dalam berbangsa dan bernegara. Pengayom yang ‘alim ‘alamah ini kini telah tiada meninggalkan bangsa dan negara yang besar ini, beliau melintasi zaman hingga zaman digital, jejak-jejak digital dakwahnya akan abadi bersama dengan perjalanan panjang bangsa. Meminjam status Gus Mus di beranda Instagramnya Mautul ‘Alim Mautu A’lam, sebagai status pengingat bagi semua insan era digital untuk mawas diri dan mampu membaca tanda-tanda kehidupan agar terus menebar kebermanfaatan bukan lagi menebar kebencian agar dunia tetap penuh dengan kasih sayang disertai rasa toleransi antar sesama. Kagem Mbah Moen, Kiai-kiai dan Guru-guru yang telah mengajarkan cinta tanah air mendahului kita syai-u lillahi lahumu al-fatihah...
Selamat Pagi dan Jangan Lupa NGOPI-lah !   

Related Posts

Related Posts