Siang ini 27 Agustus 2019 sambil
menikmati kopi di Kereta Api Gajayana, entah sudah berapa puluh kali naik
kereta eksekutif legendaris ini kereta satu-satunya dari Malang Tujuan Jakarta lewat rel jalur
selatan. Jalur selatan itu trayek alias ancer-ancer rutenya ya Jogjakarta
lanjut Purwokerto lanjut Bumiayu, Brebes Kidul lanjut Cirebon Jakarta. Kalo
anda naik kereta dari Malang banyak yang lewat rute pantura alias pantai utara
trayeknya Semarang, Pekalongan, Tegal Cirebon lanjut Jakarta. Rute-rute itu
dibuat hanya sebagai penanda saja bahwa hidup itu harus punya banyak jalan,
bukankah banyak jalan menuju Roma ? hehe...
Kemaren senin baru saja sampai di Malang
dari Mudik silaturahim keluarga besar tetiba ada pesan Whatsapp dari sahabat
penting di gedung pencakar langit pusat pemerintahan tepatnya jalan medan
merdeka barat yang meminta agar besok Rabu untuk bertemu di Jakarta tepat
sehari setelah diumumkannya bahwa Ibu Kota Negara dipindahkan dari Jakarta ke
Kalimantan Timur. Penulispun tanpa ragu mengiyakan atas undangan tersebut
karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Setelah cek di berbagai macam
aplikasi penyedia jasa perjalanan tiket
online, maka diputuskanlah booking tiket kereta eksekutif gajayana dengan
harapan bisa istirahat dalam perjalanan dan pagi sampai di Jakarta pukul 04.30
dalam keadaan stamina yang fit. Karena pertemuan dengan sahabat pejabat ini
siang hari maka kereta api adalah solusi dalam menempuh jarak ratusan kilo
meter.
Besok pagi pastilah gerbong ini sudah
sampai di Jakarta alias “masih” Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Kota
Jakarta memang selama ini menjadi segala pusat perhatian anak bangsa dari
seluruh daerah nusantara. Mahasiswa, da’i, politisi, birokrat, artis, aktivis
sosial, teknokrat, pengusaha hingga pedagang kecil dan pekerja seni (pengamen)
semua mengadu nasib di pusatnya kota satu ini datang berduyun-duyun hanya untuk
mengadu Nasib entahlah kenapa nasib harus diadu?..mungkinkah nasib diadu atau
diperjuangkan ?..jawabnya dibathin ya..hehe. Seolah semua berlomba untuk
menaklukan kota ini, ada beberapa kawan yang dengan gagahnya bercerita disertai
semangat menggebu-gebu bahwa Jakarta telah ditaklukannya meski terkadang
realitas berkata lain karena kawan ini memilih gaya hidup lebih penting dari
sekedar wujud kesederhanaan, kota megapolitan telah merubah bahwa hidup harus
ditunjukkan dengan penampilan wah penuh
gaya “parlente” hingga tidak mampu lagi menyentuh kasta sosial. Mau sampai
kapan menutup diri atas gemerlapnya gaya hidup di Ibu Kota dari kerasnya jerih
payah saling "sikut" sesama kawan, Miris bukan ?.
Penulis bila ketemu dengan
sahabat-sahabat yang jadi pejabat di Ibu Kota mereka selalu bilang Panjenengan
Selaku Orang Daerah harusnya mengikuti maunya orang pusat, inilah khas sekali
pembeda antar orang pusat dan orang daerah. Tapi saya selalu katakan orang
pusat itu ya mbok sekali-kali mengerti dan situasi orang daerah...haha.
Perdebatan Ibu Kota pindah dar Jakrata
sebenarnya wacana usang sekali bahkan di era Presiden pertama Insinyur Soekarno
hingga kini era Insinyur Joko Widodo menjadi perbincangan yang tida hanya ramai
bagi para pelaku bisnis, tapi juga merambah diobrolan warung-warung kopi tepi
pelosok desa, banyak yang mendukung pindahnya Ibu Kota ada juga yang pesimis
rencana pemindahan Ibu Kota Negara dengan berbagai argumen intelektual khas
akademik hingga argumentasi “mengocok” perut alias joke-joke belaka.
Bagi “orang daerah” dimanapun
Ibu Kota Negara ditetapkan akan didukung seratus persen bila perlu 1000% asal
terpenuhinya lima ideologi dasar negara yaitu PANCASILA. Bukankah setiap mau
"hijrah" (baca:pindahan) rumah saja ada ideologi yang melatar
belakanginya, apalagi berpindahnya sebuah Ibu Kota Negara. Kata guru ngaji saya
untuk apa berbangsa dan bernegara bila harus berdebat, berperang dan berargumen
hanya untuk sebuah kebencian toh kita hidup dinegara yang sudah menerapkan nilai-nilai
agama sejak negara ini berdiri. Masih mau bernegara seperti Suriah atau
negara-negara konflik sesama saudara ditimur tengah ? dimana agama dijadikan
“senjata” untuk membuat tidak nyaman beribadah semua rakyatnya !. Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara sejahtera bagi umat beragama maka
bernegaralah dengan PANCASILA ! maaf
terlalu berat tulisannya di tanggal tua..hehe
Selamat malam menikmati Ibu Kota Lama “Batavia”,
jangan lupa NGOPI kurangi pemanis !