Malam ini tepat pukul 23.30 hari akan
beranjak dari Senin menuju Selasa, secangkir kopi pahit di samping laptop tinggal
menyisakan pekat sisa kopi. Bagi perokok kretek ampas kopi adalah berkah nikmat
tiada tara karena kretek tidak lagi perlu berlumuran rempah “wur” yang terdiri
dari butiran kemenyan, cengkeh, dupa, kayu manis dan rupa-rupa racikannya.
Dunia hisap menghisap memang menarik, jumlahnya semkain bertambah sesuai dengan
semakin bertambahnya tingkat kelahiran bayi..hehe..ya banyak penggemar SKT dan
SKM tapi lupa dimana korek ? bukankah korek lebih utama dari sebongkah emas dan
berlian..hehe...
Lalu lintas
media sosial kita malam ini dan beberapa hari yang lalu masih dipenuhi
dengan ruang tentang Buzzer. Tempo media mainstream membahas berbagai sudut
tentang buzzer (baca:pendengung), sepertinya media-media mainstream tidak
begitu suka dengan kemunculan buzzer ? tapi entahlah itu mungkin opini yang
kita baca. Bahwa buzzer ini bekerja dengan nalar dan kekuatan personal yang
tidak dibatasi ruang dan waktu. Kata seorang teman bahwa Buzzer ini pekerjaan
mulia, karena ada Buzzer lain yang menggunakan issue-issue SARA (baca: Suku,
Agama, Ras dan Antar Golongan) untuk mengadu opini-opini liar yang disesuaikan
dengan harapan si pemesan, sebegitu “keras”nya perang opini hingga lupa bahwa
yang sedang dipertaruhkan adalah wujudnya dari persatuan dan kesatuan yang
sudah dibangun puluhan tahun lamanya sejak diproklamasikannya negara ini.
Sebenarnya apa itu Buzzer dan Influencer ?
meminjam istilah Ivan Lanin Buzzer sebagai “pendengung” dan Influencer sebagai
“pemengaruh”. Keduanya berbeda, buzzer identitasnya bisa abal-abal bahkan anonymous
atau tidak dikenali tapi selalu menggembor-gemborkan terkait hal yang sedang di
suarakannya di media sosial agar mempengaruhi pengguna media sosial. Sedangkan
influencer orang-orang yang memiliki identitas jelas dan menggembor-gemborkan
terkait hal yang sedang di suarakannya di media sosial agar mempengaruhi
pengguna media sosial tentu dengan karakter dan ciri khas individu sang
influencer. Begitulah kira-kira tinggal memilih mau menjadi Buzzer atau
Influencer ? jari jemari andalah yang menentukan bukan ?...bukan kuis jari-jari ya..hehe.
Dua belas hari lagi negeri ini memiliki
Presiden dan Wakil Presiden yang baru, akan bekerja untuk lima tahun kedepan
dalam menentukan arah dan nasib warga bangsa. Harapan demi harapan agar lalu
lintas kehidupan media sosial menjadi normal kembali dimana tidak adalagi sekat
ruang, meminjam istilah tukang kopi dipinggir jalan kita tidak lagi dukung
nomor satu dan nomor dua yang kita dukung adalah nomor tiga yaitu PERSATUAN
INDONESIA. Kata tukang cilok keliling kita sudahilah memanggil saudara sebangsa
dengan Cebong (baca:anak katak) dan Kampret (baca:anak kelelawar), karena
keduanya sesama anak binatang tidak memiliki status kewarganegaraan, sedangkan kita WNI BERSAUDARA meminjam istilah planet
Jawadwipa SEDULUR SAKLAWASE bukan SAKWELASE ..hehe..
Rumitnya arus deras media sosial tidak bisa dilepaskan
dari peran serta semrawutnya pengaturan lalu lintas media sosial, negara masih
belum bisa hadir secara sempurna kedalam ruang-ruang media sosial karena hukum
rimba yang masih berlaku adalah Maha
Benar Netizen (baca:Warganet) dengan Segala Komentarnya !. Tidak perlu
menunggu dilantiknya Menteri Muda, atau Lahirnya Kementerian Digital, Kementerian
Ekonomi Kreatif atau Munculnya Pejabat Usia Muda untuk mengendalikan Buzzer dan
Influencer tapi kini yang diperlukan adalah NEGARA HADIR kedalam media sosial
tidak lagi dari tangan-tangan Buzzer atau Influencer tapi jari-jemari para
pejabat negara (menteri, gubernur, bupati, kepala desa, dll) mampu menyampaikan pesan lugas
dan mengayomi secara langsung papereless office, karena dari jari-jemarinyalah sebagai tanda era
melayani wujud nyata NEGARA HADIR tidak harus menunggu selembar kertas birokratis bernama DISPOSISI !...Ngopi-Lah !
Selamat Datang Pemimpin Berjiwa Muda di Era
Digital !